Oleh. Dodo Kurniawan, S.E., M.E. Akademisi ( STIE – STKIP Yapis Dompu)
I.
Perencanaan
Pembangunan Daerah
A.
Konsep
Dasar
Perencanaan
pembangunan dapat dikatakan sangat identik dengan ekonomi pembangunan. Bila
sekiranya ruang gerak ekonomi pembangunan berusaha mencari strategi
pembangunan, perencanaan pembangunan merupakan alat yang ampuh untuk
menerjemahkan strategi pembangunan tersebut kedalam berbagai program kegiatan
yang terkoordinir. Koordinasi ini perlu dilakukan sehingga sasaran-sasaran,
baik ekonomi maupun sosial, yang telah ditetapkan semula dapat dilaksankan secara
lebih efisien. Dengan jalan demikian, akan dapat dihindari terjadinya
pemborosan-pemborosan dalam pelaksanaan pembangunan.
Untuk
tingkat daerah, perencanaan pembangunan ekonomi bisa dianggap sebagai perencanaan
untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumber daya publik yang tersedia di daerah
tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam rangka penggunaan
sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab. Dengan demikian diharapkan
perekonomian wilayah dapat tercapai keadaan perekonomian yang lebih baik pada
masa yang akan datang dibanding dengan keadaan sekarang ini, atau minimal sama
dengan keadaan ekonomi sekarang.
Munculnya
perencanaan pembangunan daerah, sebenarnya merupakan jawaban terhadap
peningkatan kesenjangan pembangunan yang terjadi antaradaerah. Kesenjangan ini
bisa saja terjadi karena adanya perpindahan modal yang cenderung menambah
ketidak merataan. Di daerah-daerah yang sedang berkembang, permintaan
barang/jasa akan mendorong naiknya investasi, yang pada gilirannya akan
meningkatkan pendapatan. Sebaliknya di daerah-daerah yang kurang berkembang
permintaan akan investasi rendah karena pendapatan masyarakat yang rendah.
Perkembangan yang tidak merata ini akhirnya menimbulkan backwash effect yang dikatakan oleh Myrdall (1975) sebagai bagian
yang diderita oleh daerah-daerah
yang kurang berkembang akibat adanya ekspansi ekonomi dari daerah-daerah yang
maju. Seharusnya tindakan pembangunan dari suatu daerah yang berkembang bisa
memberikan keuntungan bagi daerah-daerah disekitarnya, dengan kata lain
ekspansi pembangunan ekonomi daerah tersebut harus bisa memberikan spread effects bagi daerah-daerah lain.
Pembangunan
daerah merupakan serangkaian kegiatan dari dan untuk masyarakat yang
dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah daerah dalam seluruh
aspek kehidupan masyarakat di daerah secara berencana, bertahap, dan berkesinambungan diselaraskan dengan
kondisi, potensi dan aspirasi yang berkembang di daerah.
Oleh
karena itu seluruh gerak, arah dan semangat pembangunan di daerah merupakan
upaya pengamalan sila-sila Pancasila secara serasi dan keseimbangan sebagai
kesatuan yang utuh dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan
dengan makna tersebut, pembangunan daerah juga bertujuan untuk mewujudkan suatu
tatanan masyarakat yang adil dan makmur, yang merata secara materiil dan spritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta bertujuan
mengembangkan potensi daerah secara optimal.
Pola
pemerintah yang bersifat sentralistik selama lebih dari 4 dasawarsa jelas
mengurangi potensi daerah untuk bisa mandiri dan berprakarsa serta meminimalkan
kreativitas daerah dalam pengelolaan pembangunan daerah. Dominasi pola top-down
planning dengan berbagai petunjuk dari pusat kepada daerah telah melahirkan authority-based organization dengan
kultur birokrasi daerah yang berorientasi ke pusat.
Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional (SP2N) pada
dasarnya mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan daerah merupakan satu
kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan Nasional dengan tujuan untuk menjamin
adanya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan penganggaran, pelaksanaan
serta pengendalian dan pengawasan.
B.
Pengertian
Perencanaan Pembangunan Daerah
Pemberian
kewenangan yang luas pada daerah memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk
lebih mengharmonisasikan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembanguna
nasional, pembangunan daerah maupun pembangunan antara daerah. Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka telah ditetapkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-undang tersebut telah
menjadi pijakan hukum dibidang perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Dalam
undang-undang tersebut telah ditetapkan Sistem perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN) yakni satu kesatuan tatacara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan
melibatkan masyarakat.
Perencanaan
pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilahan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia. Seorang Kepala Daerah memiliki tugas untuk menyelenggarakan dan
bertanggungjawab atas perencanaan pembangunan di daerahnya. Dalam
menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah, Kepala Daerah di bantu oleh
kepala Bappeda. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bertugas
menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan tugas dan
kewenangannya. Gubernur menyelenggarakan koordinasi, integrasi, singkronisasi
dan sinergi perencanaan pembangunan antar Kabupaten/kota.
Dalam
penyusunan substansi dokumen perencanaan pembangunan daerah terdapat beberapa
pengertian yang perlu dipahami dan disepakati secara bersama, antara lain:
1) Perencanaan
Pembangunan Daerah
Perencanaan pembangunan
daerah disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
2) Pembangunan
Nasional
Pembangunan nasional adalah
upaya yang dilaksanakan oleh semua kompenen bangsa dalam rangka mencapai tujuan
bernegara.
3) Pembangunan
Daerah
Pembangunan daerah merupakan
bagian dari kesatuan sistem pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh semua
komponen masyarakat dan pemerintah menurut prakarsa daerah dalam rangka NKRI.
4) Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
Sistem perencanaan
pembangunan nasional adalah satu kesatuan tatacara perencanaan pembangunan
untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalan jangka panjang, menengah,
dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat
ditingkat pusat dan daerah.
5) Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJP daerah adalah
dokumen perencanaan periode 20 (dua puluh) tahun.
6) Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJM Daerah
adalah dokumen perencanaan periode 5 (lima) tahun.
7) Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Satua Kerja Perangkat daerah/ SKPD selanjutnya
disebut Resntar SKPD adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah
Periode 5 (lima) tahun.
8) Terencana
Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan daerah periode 1 (satu) tahun.
9) Rencana
Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) adalah dokumen
prencanaan Satuan Kerja perangkat daerah periode 1 (satu) tahun.
C.
Macam-Macam
Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan
dapat dikelompok berdasarkan: (1) jangka waktu, (2) sifat perencanaan, (3)
alokasi sumber daya, (4) tingkat keluwesan, (5) sistem ekonomi, (Arsyad, 1999;
Kunarjo, 1992 dan Munir, 2002).
1. Perencanaan
Berdasarkan Jangka Waktu
Berdasarkan jangka waktunya,
perencanaan dapat dibagi menjadi tiga.
ü Perencanaan
Jangka Panjang (Prespektif)
Perencanaan
prespektif atau perencanaan jangka panjang biasanya mempunyai rentang waktu
antara 10 sampai 25 tahun. Misalnya Pola Dasar Pembangunan daerah (POLDAS). Di
Indonesia berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional terdapat Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Nasional/ Daerah yang dapat digolongkan sebagai prencanaan prespektif.
ü Perencanaan
Jangka Menengah
Perencanaan
jangka menengah berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam jangka
menengah biasanya mempunyai rentang waktu antara 4 sampai dengan 6 tahun. Dalam
perencanaan jangka menengah walaupun masih umum, tetapi sasaran-sasaran dalam
kelompok besar (sasaran sektoral) sudah dapat diproyeksikan dengan jelas.
Contoh perencanaan jangka menengah ini antara lain adalah Program Pembangunan
Nasional (PROPENAS), Program Pembangunan Daerah (PROPEDA). Di Indonesia
berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan nasional
terdapat Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional/ Daerah.
ü Perencanaan
Jangka Pendek
Perencanaan
Jangka Pendek mempunyai rentang waktu 1 tahun. Perencanaan ini sering disebut
juga rencana operasional tahunan. Perencanaan-perencanaan jangka pendek yang diterapkan
di Indonesia antara lain adalah Rencana
Pembangunan Tahunan (REPETA atau REPETADA). Di Indonesia berdasarkan UU
No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional terdapat
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Nasional/ Daerah dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) serta Anggara Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2. Perencanaan
Berdasarkan Alokasi Sumber daya
Berdasarkan pengalokasian
sumber daya, perencanaan dibagi menjadi dua yaitu;
ü Perencanaan
Keuangan
Perencanaan
keuangan adalah teknik perencanaan yang berkaitan dengan pengalokasian dana
(uang). Keuangan merupakan kunci pokok implementasi perencanaan ekonomi. Jika
dana tersedia secara memadai, maka sasaran fisik dapat dengan mudah
dilaksanakan.
ü Perencanaan
Fisik
Perencanaan
fisik adalah usaha untuk menjabarkan usaha pembangunan melalui pengalokasian
faktor-faktor produksi sehingga memaksimalkan pendapatan dan pekerjaan. Keseimbangan
fisik hanya dapat dicapai melalui perkiraan yang tepat terhadap hubungan antara
investasi dengan output.
3. Perencanaan
Berdasarkan Arus Informasi
Dilihat dari sudut
pelaksanaannya (arus informasi), perencanaan dapat dibedakan menjadi.
ü Perencanaan
Sentaralistik (top-down planning)
Dalam
perencanaan sentralistik, keseluruhan proses perencanaan suatu Negara berada di
bawah badan perencana pusat. Badan perencana pusat mengendalikan setiap aspek
pembangunan, menetapkan harga semua produk dan upah tenaga kerja.
ü Perencanaan
Desentralisasi (bottop-up planning)
Perencanaan
Desentralistik mengacu pada proses pelaksanaan rencana dari bawah (bottop-up planning). Rencana pada dasarnya dirumuskan oleh badan
perencana pusat setelah berkoordinasi dan berkonsultasi dengan bagian unit
administarasi negara, dengan memperhatikan secara cermat rencana daerah/
wilayah. Rencana di tingkat daerah dirumuskan oleh badan perencanaan daerah
sesuai dengan potensi dan kondisi daerah serta aspirasi masyarakat. Harga
barang dan jasa ditentukan oleh mekanisme pasar meskipun ada pengawasan
tertentu oleh pemerintah di bidang ekonomi tertentu.
4. Perencanaan
Berdasarkan Tingkat Keluwesan
Berdasarkan tingkat
keluwesanya, perencanaan dibagi menjadi dua, yaitu.
ü Perencanaan
Indikatif
Perencanaan
ini bersifat luwes. Pemerintah memberikan rangsangan kepada sektor swasta
melalui hibah, pinjaman, pembebasan pajak, dan sebagainya. Pemerintah
memberikan pedoman bagi sektor swasta (bukan pemerintah).
ü Perencanaan
Imperatif
Dalam
perencanaan imperatif semua kegiatan dan sumber daya ekonomi berjalan menurut
komando negara. Ada pengawasan menyeluruh oleh negara terhadap faktor produksi.
Produksi barang-barang disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah.
5. Perencanaan
Berdasarkan Sistem Ekonomi
Berdasarkan sisten ekonomi
yang dianut suatu negara, perencanaan dan dibagi menjadi.
ü Perencanaan
dalam Kapitalisme
Perencanaan
dalam sistem kapitalis tidak difokuskan pada rencana yang terpusat (central plan), maka alat-alat produksi
bisa memiliki secara pribadi. Kegiatan ekonomi tidak direncanakan oleh
pemerintah dan harga pasar ditentukan oleh kekuatan pasar atau tidak ditetapkan
oleh pemerintah.
ü Perencanaan
dalam Sosialisme
Perencanaan
dalam sistem sosialisme diarahkan pada rencana terpusat, dalam arti ada rencana
terpusat, dalam arti ada penguasa atau badan perencana terpusat yang merumuskan
rencana secara keseluruhan. Kedaulatan konsumen hanya dibatasi pada pemilihan
barang-barang yang secara sosial bermanfaat dan oleh badan perencanaan dianggap
tepat untuk diproduksi dan disediakan untuk masyarakat.
ü Perencanaan
dalam Ekonomi Campuran
Perencanaan
dalam perekonomian campuran tidak bersifat menyeluruh seperti dalam pengertian
perencanaan sosialis. Sistem perencanaan ini membagi perekonomian negara ke
sektor pemerintah dan sektor swasta. Sektor ppemerintah berada di bawah
langsung pengawasan pemerintah, yang mengatur produksi dan distribusinya.
Sektor swasta seperti perorangan mengelola sendiri apa yang dimilkinya.
D. Beberapa Pendekatan
Perencanaan Pembanguna Daerah
Perencanaan
yang dilakukan oleh perencana akan berkaitan erat dengan pelaksanaan program
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan. Sistem perencanaan pembangunan
dalam undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan
Nasional mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan meliputi:
(Nurlas darise,2006)
1) Pendekatan
Politik
Pendekatan
politik memandang bahwa pemilihan kepala Daerah adalah proses penyusunan
rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan
program-program yang ditawarkan masing-masing calon kepala daerah. Oleh karena
itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang
ditawarkan kepala daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka
menegah.
2) Pendekatan
Teknokratik
Perencanaan
dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka
berfikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas
untuk hal tersebut.
3) Pendekatan
Partisipatif
Perencanaan
dengan pendekatan Partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders) dalam
pembangunan. Pelibatan pihak-pihak tersebut untuk mendapatkan aspirasi dan
menciptakan rasa memiliki.
4) Pendekatan
Top-down
Dalam
pelaksanaan perencanaan dengan pendekatan top-down dilaksanakan secara vertikal
dari atas ke bawah menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses dari atas
ke bawah diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksnakan baik ditingkat
Nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
5) Pendekatan
Bottom-up
Dalam
pelaksanaan perencanaan dengan pendekatan battom-up merupakan kebalikan dari
pendekatan Top-down yakni dilaksanakan secara vertikal dari bawah ke atas
menurut jenjang pemerintahannya. Rencana hasil proses dari bawah ke atas
diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan mulai dari desa, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional.
E. Penyusunan Perencanaan
Pembangunana Daerah
Dalam praktiknya perencanaan pembangunan
diselenggarakan melalui empat tahapan yakni:
1) Penyusunan
rencana
2) Penetapan
rencana
3) Pengendalian
pelaksanaan rencana
4) Evaluasi
pelaksanaan rencana
Tahapan penyusunan rencana dilaksanakan untuk
menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana
yang siap untuk ditetapkan. Tahapan penyusunan ini terdiri dari 4
(empat) langkah, antara lain (a) penyiapan rancangan rencana pembangunan yang
bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur, (b) masing-masing instansi
pemerintah kemudian menyiapkan rencangan rencana kerja dengan berpedoman pada
rancangan pembangunan yang telah disiapkan, (c) langkah berikutnya adalah
dengan melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana
pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui
musyawarah perencanaan pembangunan, dan (d) langkah terakhir adalah menyusun
rancangan akhir rencana pembangunan.
Tahap berikutnya , penetapan rencana menjadi
produk hukum yang mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Sesuai
undang-undang nomor 25 tahun 2004, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP)
daerah ditetapkan dengan peraturan daerah, rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) daerah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah, dan rencana
pembangunan tahunan daerah atau selanjutnya disebut Rencana kerja pemerintah
daerah (RKPD) ditetapkan sebagai pereturan kepala daerah. Keempat tahapan
tersebut kemudian diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan
membentuk satu siklus perencanaan yang utuh.
II.
Indikator
Makro Ekonomi daerah.
A.
Konsep
Dasar
Implementasi
otonomi daerah dan desentralisasi menuntut perencanaan yang terpadu
antarasektor satu dengan sektor lain. Pengambil keputusan (decision maker) tidak hanya melihat pengaruh kebijakan sektor
tertentu pada perkembangan sektor tersebut, tetapi juga harus melihat
pengaruhnya terhadap sektor-sektor yang lain.
Pengaruh perkembangan sektor terhadap sektor lain bisa positif atau
negatif. Pengaruh positif berarti peningkatan output sektor tertentu
menyebabkan peningkatan output sektor lain. Di sini dapat dikatakan bahwa kedua
sektor memiliki hubungan komplementer. Sebaliknya, pengaruh negatif berarti
bahwa peningkatan output Sektor tertentu
menyebabkan penurunan output sektor yang lain. Kedua sektor tersebut dikatakan
memiliki hubungan subtitusi. Hubungan negatif dapat disebabkan oleh banyak
faktor, salah satunya adalah dukungan ketersedian/ kepemilikan sumber daya
daerah yang terbatas sehingga setiap kegiatan ekonomi memiliki konsekuensi
biaya oportunitas (opportunity cost). Ini
berarti bahwa pihak eksekutif dan legislatif dituntut untuk mampu memperhatikan
bagaimana kebijakan yang diterapkan pada suatu sektor akan berpengaruh pada
sektor lain dan perekonomian makro daerah seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi,
dan penyerapan tenaga kerja pada umumnya.
Perencanaan
pembangunan ekonomi daerah terintegrasi antarasektor diharapkan mampu memberikan pedoman bagi arah
pembangunan daerah. Pencapaian hasil pembangunan daerah merupakan isu utama
bagi masyarakat. Perubahan keadaan yang lebih baik karena adanya pembangunan
daerah akan meningkatkan apresiasi masyarakat pada pemerintahan daerah yang
selanjutnya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
daerah. Dari sisi pembangunan ekonomi makro daerah terdapat tiga indikator yang
sering dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan suatu daerah, yaitu:
Pertumbuhan ekonomi (cconomic growth),
penyerapan tenaga kerja (employment), dan
inflasi (inflation).
B.
Pertumbuhan
Ekonomi
1) Output
Daerah (PDRB)
Data produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) adalah salah satu indikator ekonomi makro yang dapat
menunjukkan kondisi perekonomian daerah setiap tahun. Manfaat yang dapat
diperoleh dari data ini antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
a. PDRB
atas dasar harga berlaku (nominal) menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi
yang dihasilkan oleh suatu diukur dengan harga berlaku saat itu. Nilai PDRB
yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga
sebaliknya.
b. PRDB
harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh
penduduk daerah.
c. PDRB
harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi
secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun, faktor perubahan
harga telah dikeluarkan.
d. Distribusi
PDRB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomi atau peranan
setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai
peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu daerah.
e. PDRB
harga berlaku menurut pengunaanya menunjukkan produk barang dan jasa digunakan
untuk tujuan konsumsi, investasi, dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri.
f. Distribusi
PDRB menurut penggunaan menunjukkan peranan kelembagaan dalam menggunakan
barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi.
g. PDRB
penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju pertumbuhan
konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.
h. PDRB
dan PDRB perkapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB dan PDRB per
kepala atau per satu orang penduduk.
i. PDRB
dan PDRB perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk
suatu daerah.
2) Pertumbuhan
Ekonomi (PDRB)
Pertumbuhan ekonomi sering
dijadikan indikator utama karena memberikan implikasi pada kinerja perekonomian
makro yang lain. Pertumbuhan ekonomi merefleksikan perkembangan aktivitas
perekonomian sautu daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah
menunjukkan semakin berkembangnya aktivitas perekonomian baik aktivitas
produksi, konsumsi, investasi maupun perdagangan di daerah tersebut yang
kemudian berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi (PDRB riil
atau harga konstan.
Samuelson dan Nordhous (2000) menyebutkan
bahwa terdapat empat sumber pertumbuhan ekonomi, yaitu;
a. Sumber
daya alam. Penemuan sumber daya alam yang baru akan meningkatkan kemampuan
perekonomian yang menghasilkan output.
b. Pertumbuhan
penduduk (angkatan kerja). Pertumbuhan penduduk (angkatan kerja) disertai
dengan lapangan pekerjaan akan dapat meningkatkan output perekonomian.
Pertumbuhan penduduk disini juga mencakup produktivitas tenaga kerja itu
sendiri.
c. Akumulasi
kapital. Pemilik modal akan memiliki kesempatan untuk melakukan investasi
kembali (reinvest) sehingga akan meningkatkan output perekonomian.
d. Perubahan
teknologi. Penemuan teknologi baru yang mendukung produksi dan distribusi akan meningkatkan kemampuan perekonomian
menghasilkan output.
3) Kontribusi
sektoral PDRB
Perubahan struktrur ekonomi
merupakan unsur penting dalam pembangunan ekonomi. Kontribusi sektoral PDRB
dapat dilihat dari pangsa sektor terhadap total PDRB.
Kontribusi sektoral sering
dikaitkan dengan perubahan konsentrasi ekonomi daerah. Perekonomian dipercaya
bergerak dari sektor pertanian ke sektor industri dan kemudian ke sektor jasa.
Teori pembangunan yang dikemukakan oleh Rostow mengatakan tahap-tahap
pertumbuhan ekonomi adalah:
Ø Masyarakat tradisional (the
traditional society)
Ø Pre-kondisi untuk tinggal
landas (pre-condition for take-off into self
sustaining growth)
Ø Tinggal landas (teke-off)
Ø Dorongan ke arak kedewasaan (the
drive to maturity)
Ø Tingkat konsumsi tinggi (the
age of high-mass comsumption)
4) Investasi
Secara sederhana bisa kita lihat
bahwa output daerah (PDRB) akan meningkat ketika terjadi peningkatan pada
konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran Pemerintah (G), dan ekspor bersih
(X-M). Investasi merupakan sumber pertumbuhan output daerah yang relatif lebih
berkelanjutan karena mencakup aktivitas-aktivitas sektor swasta yang produktif.
C.
Penyerapan
Tenaga Kerja
Penyerapan
tenaga kerja merupakan isu perekonomian makro suatu daerah yang sangat penting.
Beberapa indikator terkait dengan tenaga kerja:
1) Rasio
ketergantungan (dependency ratio, DR) yaitu rasio antara jumlah penduduk usia
produktif (NUP) dengan jumlah penduduk usia tidak produktif (NUTP); semakin
tinggi rasio DR berarti semakin banyak jumlah penduduk yang tidak produktif
yang harus ditanggung oleh setiap penduduk usia produktif. Contoh, DR=20
artinya setiap penduduk usia produktif menanggung 20 penduduk usia tidak
produktif.
2) Tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK). Dalam kenyataan, terdapat penduduk yang
masuk dalam usia produktif tetapi tidak bekerja atau tidak sedang mencari
pekerjaan. Dengan kata lain, tidak semuan penduduk usia produktif yang bekerja.
Angkatan kerja, disimbolkan AK, (labor force) adalah penduduk usia kerja yang
sudah bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja
menunjukkan persentase jumlah penduduk usia produktif yang sudah bekerja atau
mencari pekerjaan (AK) terhadap total jumlah penduduk usia produktif (NUP);
dimana semakin tinggi rasio DR berarti semakin banyak jumlah penduduk yang
tidak produktif. TPAK dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya, jumlah
penduduk usia sekolah; jumlah ibu rumah tangga yang tidak berkarir; usia
penduduk (demografi); pendapatan rumah tangga; tingkat pendidikan keluarga;
budaya kerja; sektor informal ddl.
3) Tingkat
pengangguran terbuka (open unemployment rate, OUR). Jika jumlah penduduk usia
kerja yang belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan kita simbolkan dengan
(NUPTB) dan jumlah penduduk usia kerja yang sudah bekerja kita simbolkan
seperti di atas (AK). Contoh: OUR =1,5% artinya jumlah penduduk usia kerja
belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan adalah sebesar 15 % dari angkatan
kerja (penduduk usia produktif yang sudah bekerja).
4) Elastisitas
kesempatan kerja (Employment Elasticity, EE). Pertumbuhan ekonomi (output:
PDRB) daerah diharapan mampu menyerap tenaga kerja. Semakin tinggi pertumbuhan
ekonomi maka semakin tinggi penyerapan tenaga kerja. Sebagai contoh, untuk
tingkat nasional dalam ekonomi makro dikenal hukum Okun (okun’s Law) yang
mengkaitkan pertumbuhan ekonomi dan perubahan penggangguran.
D.
Inflasi
Isu
perekonomian makro daerah ketiga adalah Inflasi. Inflasi adalah kenaikan
harga-harga secara umum dan terus menerus. Inflasi sering dihitung dengan
menggunakan indeks harga konsumen (consumer price index, CPI), indeks harga
produsen (Producer price index, PPI) atau deflator PDRB.
Indeks harga konsumen (IHK)
adalah besarnya biaya paket barang-barang dan jasa yang menunjukkan konsumsi
masyarakat perkotaan. Saat ini BPS menghitung inflasi dengan menggunakan IHK.
Misal paket barang dan jasa tersebut terdiri dari 115-150 jenis barang dan jasa
dibagi menjadi kelompok makanan, perumahan, sandang, aneka barang jasa.
Indeks
harga produsen (IHP) mengukur biaya sekarang barang-barang yaitu material dasar
dan barang-barang semi akhir. IHP diukur pada tingkat harga transaksi komersial
pertama yang relevan. Sedangkan deflator PDRB adalah rasio antara PDRB nominal
atau harga berlaku dan PDRB riil atau harga Konstan.
Data
kedua indeks pertama kebanyakan tidak dimiliki oleh daerah, sehingga inflasi dapat
dilakukan dengan menggunakan PDRB deflator. PDRB deflator memiliki nilai besar,
sama dengan, atau lebih kecil dari satu. Nilai deflator PDRB lebih besar atau
sama dengan satu berarti harga-harga umum mengalami peningkatan atau paling
tidak sama. Sebaliknya, nilai deflator PDRB lebih kecil dari satu berarti
harga-harga umum mengalami penurunan.
III. Penutup
Melihat
yang ada di daerah sekarang, masih banyak pembenahan yang harus dilakukan untuk
menciptakan pemerintahan yang benar-benar siap menjalankan otonomi daerah
dengan tingkat kualitas pelayanan publik yang lebih memadai. Berkenaan dengan
hal tersebut, untuk menciptakan pemerintah daerah dengan kapasitas serta
kapabilitas yang diperlukan guna melaksanakan otonomi yang
seluas-luasnya, beberapa variabel yang harus dipertimbangkan meliputi (1)
kejelasan mengenai struktur organisasi yang mengatur batas wewenang dan
tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana
diatur dalam PP No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan
provinsi sebagai daerah otonom, (2) wadah kelembagaan yang akan mengemban
wewenang dan tanggung jawab tersebut, (3) personalia atau sumber daya
profesional yang akan mengelola lembaga tersebut, (4) kualitas kinerja
pengelolaan keuangan daerah untuk membiayai urusan-urusan tersebut, (5)
pemberdayaan legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, dan (6)
peningkatan kemampuan strategik, manajerial, dan operasional dalam melaksanakan
baik setiap urusan wajib yang menjadi kewenangannya maupun urusan pemerintah
daerah yang bersifat pilahan.
Revitalisasi
perencanaan pembangunan jangka panjang sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 25 Tahun
2004 tersebut merupakan salah satu pendekatan penting untuk menunjang
kesinambungan pembangunan nasional serta dapat mendorong efektivitas dan
efisiensi melalui singkronisasi dan peningkatan sinergi program antara pusat
dengan daerah serta program pembangunan lintas sektor di daerah.
Yang
dimaksud dengan singkronisasi ini adalah keselarasan antara program dan
kegiatan pemerintah dengan kebijakan daerah yang diformulasikan dalam Rancangan
KUA dan Rancangan PPAS. Oleh karena itu perlu ada keterkaitan antara sasaran
program dan kegiatan pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota. Lagi
pula, dalam kondisi sosial politik dan pasar domestik maupun lingkungan
strategis global yang cepat berubah dan penuh tantangan, keberadaan visi, misi,
strategik maupun kontrak politik jangka menegah antara eksekutif dan legislatif
berupa kerangka anggaran jangka menegah sangat penting.
Dengan
singkronisasi dan peningkatan sinergi program antara pusat dengan daerah serta
program pembangunan lintas sektor di daerah, maka dapat dicapai tujuan-tujuan
berikut: (1) mencapai sinergitas sesuai kewenangan provinsi dan kabupaten/kota,
(2) menghidari tumpang tindih pendanaan antara urusan yang menjadi tanggung
jawab pemerintah dan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota, (3) efektivitas
dan efisiensi anggaran daerah.