Rabu, 24 Februari 2016

IMPLEMENTASI IMAN DAN TAQWA DALAM KEHIDUPAN MODERN

A. Pengertian Iman dan Taqwa
Iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati.
Secara sempurna pengertiannya adalah membenarkan (mempercayai) Allah dan segala apa yang  datang dari pada-Nya sebagai wahyu melalui rasul-rasul-Nya dengan kalbu, mengikrarkan dengan lisan dan mengerjakan dengan perbuatan.
Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan ini.
B. Wujud Iman dan Taqwa
Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam.
Menjaga mata, telinga, pikiran, hati dan perbuatan dari hal-hal yang dilarang agama, merupakan salah satu bentuk wujud seorang muslim yang bertaqwa. Karena taqwa adalah sebaik–baik bekal yang harus kita peroleh dalam mengarungi kehidupan dunia
C. Proses terbentuknya Iman
Pada dasarnya, proses pembentukan iman. Diawali dengan proses perkenalan, mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja seorang yang benci menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan terhadap apa yang diperintahkan Allah dan menjahui larangan Allah agar kelak nanti terampil melaksanakan ajaran Allah.
D. Korelasi Keimanan dan Ketakwaan
Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis.
Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, sifat dan Perbuatan Tuhan. Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah berhubungan dengan amal dan ibadah manusia.
Tauhid praktis merupakan penerapan dari tauhid toritis. Seperti dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah , atau yang wajib disembah hanyalah Allah semata yang menjadikan-Nya tempat tumpuhan hati dan tujuan gerak langkah. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tahuid dan dengan mengamalkan semua perintah Allah dan menjahui larangannya.
E. Implementasi Iman dan Takwa
Problematika, Tantangan, dan Risiko dalam Kehidupan Modern
Masalah sosial budaya merupakan masalah alam pikiran dan realitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia adalah majemuk, sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi konflik dengan sesama orang Islam maupun dengan non-Islam.
Pada zaman modern ini, dimungkinkan sebagian masyarakat antara yang satu dengan yang lainnya saling bermusuhan, yaitu ada ancaman kehancuran.
Adaptasi modernisme, kendatipun tidak secara total yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadikan bangsa Indonesia menjadi pengkhayal. Oleh karena itu, kehidupannya selalu terombang-ambing.
Secara ekonomi bangsa Indonesia semakin tambah terpuruk. Hal ini karena di adaptasinya sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan di bidang politik, selalu muncul konflik di antara partai dan semakin jauhnya anggota parlemen dengan nilai-nilai qur’ani, karena pragmatis dan oportunis.
Di bidang sosial banyak munculnya masalah. Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi adalah penyalagunaan NARKOBA oleh anak-anak sekolah, mahasiswa, serta masyarakat.
Persoalan itu muncul, karena wawasan ilmunya salah, sedang ilmu merupakan roh yang menggerakan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat berat dan menimbulkan tekanan.
Sebagian besar permasalahan sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa, bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung.
Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang. Oleh karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang dapat digunakan (dipahami) muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi taqwa sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain atau bentuk normatif seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya :
Muslim yang bersangkutan belum paham betul makna dari taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya enggan untuk memulai,
  •   Ketidaktahuannya tentang bagaimana, darimana dan kapan dia harus mulai merilis sikap taqwa,
  •   Kondisi sosial dimana dia hidup tidak mendukung dirinya dalam membangun sikap taqwa.
Oleh karenanya setiap individu muslim harus paham pos – pos alternatif yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan utama adalah gadhul bashar (memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam arti mata dan telinga) adalah awal dari segala tindakan, penglihatan atau pendengaran yang ditangkap oleh panca indera kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh anggota tubuh dan akhirnya berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa.
Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari persoalan tersebut, perlu diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan takwa berperan menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.
F. Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modern
  •       Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
  •       Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
  •       Iman menanamkan sikap self help (percaya diri) dalam kehidupan
  •       Iman memberikan ketenangan jiwa
  •       Iman memberikan kehidupan yang baik
  •       Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
  •       Iman memberikan keberuntungan
  •       Iman mencegah penyakit
II. KESIMPULAN
Hubungan religiusitas dan modernisasi (industrialisasi) merupakan persoalan rumit yang banyak menimbulkan kontroversi, khususnya di kalangan ilmuwan sosial. Suatu ungkapan yang hampir menjadi stereotip dalam percakapan sehari-hari menggambarkan seolah-olah agama merupakan hambatan terhadap proses modernisasi dan industrialisasi. Meskipun pada beberapa kasus mungkin asumsi itu benar, misalnya ada agama yang menentang program Keluarga Berencana (KB) padahal menurut para ahli mutlak diperlukan di negara-negara berkembang. Tetapi generalisasi bahwa agama merupakan rintangan modernisasi dan industrialisasi tidak dapat dibenarkan.
Dengan adanya hubungan yang dinamis antara agama dan modernitas, maka diperlukan upaya untuk menyeimbangkan pemahaman orang terhadap agama dan modernitas. Pemahaman orang terhadap agama akan melahirkan sikap keimananan dan ketaqwaan (Imtaq), sedang penguasaan orang terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) di era modernisasi dan industrialisasi mutlak diperlukan. Dengan demikian sesungguhnya yang diperlukan di era modern ini tidak lain adalah penguasaan terhadap Imtaq dan Iptek sekaligus. Salah satu usaha untuk merealisasikan pemahaman Imtaq dan penguasaan Iptek sekaligus adalah melalui jalur pendidikan. Dalam konteks inilah pendidikan sebagai sebuah sistem harus didesain sedemikian rupa guna memproduk manusia yang seutuhnya. Yakni manusia yang tidak hanya menguasai Iptek melainkan juga mampu memahami ajaran agama sekaligus mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian pembahasan yang telah diutarakan, kiranya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut;
Pertama, perana agama pada masa modern dirasakan masih sangat penting, bahkan menunjukkan gejala peningkatan. Fenomena kebangkitan agama di antaranya dapat diamati dari maraknya kegiatan-kegiatan keagamaan dan larisnya buku-buku agama. Fenomena ini setidaknya dipengaruhi oleh beberapa hal seperti adanya kesadaran providensi setiap individu, ketidakberhasilan modernisasi dan industrialisasi dalam mewujudkan kehidupan yang lebih bermakna (meaningful). Di samping itu, kegagalan organized religions dalam mewujudkan agama yang bercorak humanistik, juga disinyalir turut mendorong praktik spiritualitas era modern.
Kedua, agama tetap akan memegang peranan penting di masa mendatang, terutama dalam memberikan landasan moral bagi perkembangan sains dan teknologi. Dalam kaitan ini perlu ditekankan pentingnya usaha mengharmoniskan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dengan agama (Imtaq). Iptek harus selalu dilandasi oleh nilai-nilai moral-agama agara tidak bersifat destruktif terhadap nilai-nilai kemanusiaan (dehumanisasi). Sedangkan ajaran agama harus didekatkan dengan konteks modernitas, sehingga dapat bersifat kompatibel dengan segala waktu dan tempat.
Pada dasarnya dalam kehidupan modern, kita sebagai manusia tidak bisa terlepas dari iman dan taqwa. Karena dengan kita beriman dan bertaqwa, kita dapat mencegah dan menyelamatkan diri dari hal-hal yang menyesatkan atau dari segala sesuatu yang tidak baik.  Selain itu, kita juga dapat menentukan apakah modernisasi tersebut dianggap sebagai suatu kemajuan atau tidak, dipandang bermanfaat atau tidak, diperlukan atau sebaliknya perlu dihindari.
III. DAFTAR PUSTAKA
Abdiansyah, Septian (2010). Keimanan dan Ketaqwaan. Fromhttp://tugaskuliahseptian.blogspot.com/2010/06/keimanan-dan-ketakwaan.html, 25 September 1010.
Abidin, Buya Masoed (2008). Pemantapan Iman dan Taqwa. Fromhttp://Buyamasoedabidin.wordpress.com/2008/05/24/pemantapan-iman-dan-taqwa, 25 September 2010.
Abubakar(2010). Taqwa. Form http://abubakar39.tripod.com/id15.html, 25 September 2010.
Ainasabila(2010). Iman dan Taqwa Jalan Menuju Kemenangan. Fromhttp://ainasabila.wordpress.com/2010/08/12/iman-dan-taqwa-jalan-menuju-kemenangan, 25 September 2010.
Alim, Syahirul dkk. 1995. Islam untuk Disiplin Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi. Jakarta: Departemen Agama RI.
Biyanto(2010). Paradigma Spiritualitas Era Modern. From http://ush.sunan-ampel.ac.id/?p=796, 25 September 2010.
Palawi, Kencana S., Guritno, Sri. 1997. Pergeseran Interpretasi terhadap Nilai-Nilai Keagamaan di Kawasan Industri.Jakarta: CV. Bupara Nugraha.
Susantimansa(2010). Pengaruh Iptek dan Imtaq. From http://susantimansa.wordpress.com/2010/08/21/pengaruh-iptek-dan-imtaq, 25 September 2010.
Sumber: https://punyanyavika.wordpress.com/2011/08/22/implementasi-iman-dan-taqwa-dalam-kehidupan-modern/

Jumat, 19 Februari 2016

STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DI KABUPATEN DOMPU

Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) atau Local Economic Development / LED di Kabupaten Dompu dilaksanakan melalui grand strategy pembangunan daerah yakni Pembangunan Ekonomi Kerakyatan (Grand Strategy I), Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (Grand Strategy II), dan Pendekatan Internal dan Hi-tech (Grand Strategy III). Ketiga Grand Strategy ini di tindak lanjuti oleh policy approach pengembangan ekonomi lokal yang fokus pada tiga program unggulan, yakni: Sapi, Jagung dan Rumput Laut atau lebih tenar dengan Program Pijar.
Tiga Program Unggulan ini adalah pendekatan pembangunan berdasar pengembangan sumberdaya lokal (resources-based development) dan berbasis masyarakat (people centered-development). Ini dimaksudkan agar konsep pengembangan ekonomi lokal di daerah ini dapat mengaddreess isu-isu lokal sehingga diharapkan dapat mendapat dukungan luas dari masyarakat.
Dalam hal ini, fokus pada sumber daya manusia (SDM) adalah dalam rangka policy Pemda mendukung transformasi masyarakat Dompu dari world of view tradisional ke world of view masyarakat modern. Fokus SDM juga dalam rangka mempercepat diseminasi knowledge sebagai pembentukan intellectual capital bagi percepatan pertumbuhan ekonomi lokal.
Fokus pada Agropolitan berbasis jagung dalam rangka membangun Brand Image Kabupaten Dompu sebagai Kabupaten Agropolitan berbasis jagung. Dalam hal ini, Kabupaten Dompu telah mengembangkan apa yang disebut Sapi, Jagung dan Rumput atau juga yang dikenal Pijar. Pada tataran implementasi, strategi yang sedang dan akan ditempuh mencakup peningkatan dukungan dan pelayanan birokrasi.
Pemerintah Kabupaten Dompu mengadopsi konsep New Public Management (NPM) dengan mengedepankan entreprenurship government dalam hirarki kepemerintahannya. Ini untuk menghindari birokrasi yang kaku serta prosedur yang panjang dan berbelit, yang tidak hanya mengakibatkan high cost economy tetapi juga menghilangkan peluang usaha yang seharusnya dapat dimanfaatkan. Ini kemudian disertai dengan penghilangan sejumlah peraturan yang dapat menghambat pengembangan ekonomi (red tape).
Strategi selanjutnya adalah penerapan cluster system. Strategi ini dimaksudkan agar pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Dompu dapat mencapai pertumbuhan ekonomi dengan basis yang luas (broad based economic growth) Beberapa contoh klaster bisnis yang akan dikembangkan di daerah ini antara lain pengembangan KIAT (Kawasan Industri Agro Terpadu), menciptakan klaster ekonomi jagung (maize economy cluster), dll. Selain itu, pendekatan klaster adalah dalam rangka meningkatkan daya saing (competetiveness) sebagai konsekwensi atas tuntutan pasar (market driven).
Mengembangkan promosi daerah selanjutnya dilakukan untuk menginformasikan potensi dan daya tarik investasi kepada publik melalui berbagai media. Kedepan, media promosi akan dibangun secara online berbasis Geographic Information System (GIS) untuk memudahkan aksesibilitas data dan informasi serta mekanisme updating. Sistim ini sedikitnya memuat: data biofisik, data sosio-ekonomi, batas administratif wilayah, tata pemerintahan, informasi kebijakan dan perencanaan serta peta-peta tematik. Adanya data-data tersebut dapat memudahkan para calon investor  yang ingin membangun dan mengembangkan usaha khususnya pada komoditi Jagung.


Penulis. Dodo Kurniawan

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN INDIKATOR MAKRO EKONOMI

Oleh. Dodo Kurniawan, S.E., M.E. Akademisi ( STIE – STKIP Yapis Dompu)

I.    Perencanaan Pembangunan Daerah
A.   Konsep Dasar
Perencanaan pembangunan dapat dikatakan sangat identik dengan ekonomi pembangunan. Bila sekiranya ruang gerak ekonomi pembangunan berusaha mencari strategi pembangunan, perencanaan pembangunan merupakan alat yang ampuh untuk menerjemahkan strategi pembangunan tersebut kedalam berbagai program kegiatan yang terkoordinir. Koordinasi ini perlu dilakukan sehingga sasaran-sasaran, baik ekonomi maupun sosial, yang telah ditetapkan semula dapat dilaksankan secara lebih efisien. Dengan jalan demikian, akan dapat dihindari terjadinya pemborosan-pemborosan dalam pelaksanaan pembangunan.
Untuk tingkat daerah, perencanaan pembangunan ekonomi bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam rangka penggunaan sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab. Dengan demikian diharapkan perekonomian wilayah dapat tercapai keadaan perekonomian yang lebih baik pada masa yang akan datang dibanding dengan keadaan sekarang ini, atau minimal sama dengan keadaan ekonomi sekarang.
Munculnya perencanaan pembangunan daerah, sebenarnya merupakan jawaban terhadap peningkatan kesenjangan pembangunan yang terjadi antaradaerah. Kesenjangan ini bisa saja terjadi karena adanya perpindahan modal yang cenderung menambah ketidak merataan. Di daerah-daerah yang sedang berkembang, permintaan barang/jasa akan mendorong naiknya investasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Sebaliknya di daerah-daerah yang kurang berkembang permintaan akan investasi rendah karena pendapatan masyarakat yang rendah. Perkembangan yang tidak merata ini akhirnya menimbulkan backwash effect yang dikatakan oleh Myrdall (1975) sebagai bagian yang diderita oleh daerah-daerah yang kurang berkembang akibat adanya ekspansi ekonomi dari daerah-daerah yang maju. Seharusnya tindakan pembangunan dari suatu daerah yang berkembang bisa memberikan keuntungan bagi daerah-daerah disekitarnya, dengan kata lain ekspansi pembangunan ekonomi daerah tersebut harus bisa memberikan spread effects bagi daerah-daerah lain.
Pembangunan daerah merupakan serangkaian kegiatan dari dan untuk masyarakat yang dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah daerah dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat di daerah secara berencana, bertahap,  dan berkesinambungan diselaraskan dengan kondisi, potensi dan aspirasi yang berkembang di daerah.
Oleh karena itu seluruh gerak, arah dan semangat pembangunan di daerah merupakan upaya pengamalan sila-sila Pancasila secara serasi dan keseimbangan sebagai kesatuan yang utuh dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan makna tersebut, pembangunan daerah juga bertujuan untuk mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur, yang merata secara materiil dan spritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta bertujuan mengembangkan potensi daerah secara optimal.
Pola pemerintah yang bersifat sentralistik selama lebih dari 4 dasawarsa jelas mengurangi potensi daerah untuk bisa mandiri dan berprakarsa serta meminimalkan kreativitas daerah dalam pengelolaan pembangunan daerah. Dominasi pola top-down planning dengan berbagai petunjuk dari pusat kepada daerah telah melahirkan authority-based organization dengan kultur birokrasi daerah yang berorientasi ke pusat.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional (SP2N) pada dasarnya mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan Nasional dengan tujuan untuk menjamin adanya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan penganggaran, pelaksanaan serta pengendalian dan pengawasan.

B.   Pengertian Perencanaan Pembangunan Daerah
Pemberian kewenangan yang luas pada daerah memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmonisasikan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembanguna nasional, pembangunan daerah maupun pembangunan antara daerah. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka telah ditetapkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-undang tersebut telah menjadi pijakan hukum dibidang perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Dalam undang-undang tersebut telah ditetapkan Sistem perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yakni satu kesatuan tatacara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.
Perencanaan pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilahan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Seorang Kepala Daerah memiliki tugas untuk menyelenggarakan dan bertanggungjawab atas perencanaan pembangunan di daerahnya. Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah, Kepala Daerah di bantu oleh kepala Bappeda. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bertugas menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Gubernur menyelenggarakan koordinasi, integrasi, singkronisasi dan sinergi perencanaan pembangunan antar Kabupaten/kota.
Dalam penyusunan substansi dokumen perencanaan pembangunan daerah terdapat beberapa pengertian yang perlu dipahami dan disepakati secara bersama, antara lain:
1)    Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan pembangunan daerah disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
2)    Pembangunan Nasional
Pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua kompenen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
3)    Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah merupakan bagian dari kesatuan sistem pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh semua komponen masyarakat dan pemerintah menurut prakarsa daerah dalam rangka NKRI.
4)    Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
Sistem perencanaan pembangunan nasional adalah satu kesatuan tatacara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalan jangka panjang, menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat ditingkat pusat dan daerah.
5)    Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJP daerah adalah dokumen perencanaan periode 20 (dua puluh) tahun.
6)    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJM Daerah adalah dokumen perencanaan periode 5 (lima) tahun.
7)    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satua Kerja Perangkat daerah/ SKPD selanjutnya disebut Resntar SKPD adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah Periode 5 (lima) tahun.
8)    Terencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan daerah periode 1 (satu) tahun.
9)    Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) adalah dokumen prencanaan Satuan Kerja perangkat daerah periode 1 (satu) tahun.

C.   Macam-Macam Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan dapat dikelompok berdasarkan: (1) jangka waktu, (2) sifat perencanaan, (3) alokasi sumber daya, (4) tingkat keluwesan, (5) sistem ekonomi, (Arsyad, 1999; Kunarjo, 1992 dan Munir, 2002).
1.    Perencanaan Berdasarkan Jangka Waktu
Berdasarkan jangka waktunya, perencanaan dapat dibagi menjadi tiga.
ü  Perencanaan Jangka Panjang (Prespektif)
Perencanaan prespektif atau perencanaan jangka panjang biasanya mempunyai rentang waktu antara 10 sampai 25 tahun. Misalnya Pola Dasar Pembangunan daerah (POLDAS). Di Indonesia berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional terdapat Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional/ Daerah yang dapat digolongkan sebagai prencanaan prespektif.
ü  Perencanaan Jangka Menengah
Perencanaan jangka menengah berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam jangka menengah biasanya mempunyai rentang waktu antara 4 sampai dengan 6 tahun. Dalam perencanaan jangka menengah walaupun masih umum, tetapi sasaran-sasaran dalam kelompok besar (sasaran sektoral) sudah dapat diproyeksikan dengan jelas. Contoh perencanaan jangka menengah ini antara lain adalah Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), Program Pembangunan Daerah (PROPEDA). Di Indonesia berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan nasional terdapat Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional/ Daerah.
ü  Perencanaan Jangka Pendek
Perencanaan Jangka Pendek mempunyai rentang waktu 1 tahun. Perencanaan ini sering disebut juga rencana operasional tahunan. Perencanaan-perencanaan jangka pendek yang diterapkan di Indonesia antara lain adalah Rencana  Pembangunan Tahunan (REPETA atau REPETADA). Di Indonesia berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional terdapat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Nasional/ Daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggara Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2.    Perencanaan Berdasarkan Alokasi Sumber daya
Berdasarkan pengalokasian sumber daya, perencanaan dibagi menjadi dua yaitu;
ü  Perencanaan Keuangan
Perencanaan keuangan adalah teknik perencanaan yang berkaitan dengan pengalokasian dana (uang). Keuangan merupakan kunci pokok implementasi perencanaan ekonomi. Jika dana tersedia secara memadai, maka sasaran fisik dapat dengan mudah dilaksanakan.
ü  Perencanaan Fisik
Perencanaan fisik adalah usaha untuk menjabarkan usaha pembangunan melalui pengalokasian faktor-faktor produksi sehingga memaksimalkan pendapatan dan pekerjaan. Keseimbangan fisik hanya dapat dicapai melalui perkiraan yang tepat terhadap hubungan antara investasi dengan output.
3.    Perencanaan Berdasarkan Arus Informasi
Dilihat dari sudut pelaksanaannya (arus informasi), perencanaan dapat dibedakan menjadi.
ü  Perencanaan Sentaralistik (top-down planning)
Dalam perencanaan sentralistik, keseluruhan proses perencanaan suatu Negara berada di bawah badan perencana pusat. Badan perencana pusat mengendalikan setiap aspek pembangunan, menetapkan harga semua produk dan upah tenaga kerja.
ü  Perencanaan Desentralisasi (bottop-up planning)
Perencanaan Desentralistik mengacu pada proses pelaksanaan rencana dari bawah (bottop-up planning).  Rencana pada dasarnya dirumuskan oleh badan perencana pusat setelah berkoordinasi dan berkonsultasi dengan bagian unit administarasi negara, dengan memperhatikan secara cermat rencana daerah/ wilayah. Rencana di tingkat daerah dirumuskan oleh badan perencanaan daerah sesuai dengan potensi dan kondisi daerah serta aspirasi masyarakat. Harga barang dan jasa ditentukan oleh mekanisme pasar meskipun ada pengawasan tertentu oleh pemerintah di bidang ekonomi tertentu.
4.    Perencanaan Berdasarkan Tingkat Keluwesan
Berdasarkan tingkat keluwesanya, perencanaan dibagi menjadi dua, yaitu.
ü  Perencanaan Indikatif
Perencanaan ini bersifat luwes. Pemerintah memberikan rangsangan kepada sektor swasta melalui hibah, pinjaman, pembebasan pajak, dan sebagainya. Pemerintah memberikan pedoman bagi sektor swasta (bukan pemerintah).
ü  Perencanaan Imperatif
Dalam perencanaan imperatif semua kegiatan dan sumber daya ekonomi berjalan menurut komando negara. Ada pengawasan menyeluruh oleh negara terhadap faktor produksi. Produksi barang-barang disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah.
5.    Perencanaan Berdasarkan Sistem Ekonomi
Berdasarkan sisten ekonomi yang dianut suatu negara, perencanaan dan dibagi menjadi.
ü  Perencanaan dalam Kapitalisme
Perencanaan dalam sistem kapitalis tidak difokuskan pada rencana yang terpusat (central plan), maka alat-alat produksi bisa memiliki secara pribadi. Kegiatan ekonomi tidak direncanakan oleh pemerintah dan harga pasar ditentukan oleh kekuatan pasar atau tidak ditetapkan oleh pemerintah.
ü  Perencanaan dalam Sosialisme
Perencanaan dalam sistem sosialisme diarahkan pada rencana terpusat, dalam arti ada rencana terpusat, dalam arti ada penguasa atau badan perencana terpusat yang merumuskan rencana secara keseluruhan. Kedaulatan konsumen hanya dibatasi pada pemilihan barang-barang yang secara sosial bermanfaat dan oleh badan perencanaan dianggap tepat untuk diproduksi dan disediakan untuk masyarakat.
ü  Perencanaan dalam Ekonomi Campuran
Perencanaan dalam perekonomian campuran tidak bersifat menyeluruh seperti dalam pengertian perencanaan sosialis. Sistem perencanaan ini membagi perekonomian negara ke sektor pemerintah dan sektor swasta. Sektor ppemerintah berada di bawah langsung pengawasan pemerintah, yang mengatur produksi dan distribusinya. Sektor swasta seperti perorangan mengelola sendiri apa yang dimilkinya.

D.   Beberapa Pendekatan Perencanaan Pembanguna  Daerah
Perencanaan yang dilakukan oleh perencana akan berkaitan erat dengan pelaksanaan program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan. Sistem perencanaan pembangunan dalam undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan meliputi: (Nurlas darise,2006)



1)    Pendekatan Politik
Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan kepala Daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program yang ditawarkan masing-masing calon kepala daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan kepala daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menegah.
2)    Pendekatan Teknokratik
Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berfikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk hal tersebut.
3)    Pendekatan Partisipatif
Perencanaan dengan pendekatan Partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan. Pelibatan pihak-pihak tersebut untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
4)    Pendekatan Top-down
Dalam pelaksanaan perencanaan dengan pendekatan top-down dilaksanakan secara vertikal dari atas ke bawah menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses dari atas ke bawah diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksnakan baik ditingkat Nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
5)    Pendekatan Bottom-up
Dalam pelaksanaan perencanaan dengan pendekatan battom-up merupakan kebalikan dari pendekatan Top-down yakni dilaksanakan secara vertikal dari bawah ke atas menurut jenjang pemerintahannya. Rencana hasil proses dari bawah ke atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional.


E.   Penyusunan Perencanaan Pembangunana Daerah
Dalam praktiknya perencanaan pembangunan diselenggarakan melalui empat tahapan yakni:
1)    Penyusunan rencana
2)    Penetapan rencana
3)    Pengendalian pelaksanaan rencana
4)    Evaluasi pelaksanaan rencana
Tahapan penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana  yang siap untuk ditetapkan. Tahapan penyusunan ini terdiri dari 4 (empat) langkah, antara lain (a) penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur, (b) masing-masing instansi pemerintah kemudian menyiapkan rencangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan pembangunan yang telah disiapkan, (c) langkah berikutnya adalah dengan melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan, dan (d) langkah terakhir adalah menyusun rancangan akhir rencana pembangunan.
Tahap berikutnya , penetapan rencana menjadi produk hukum yang mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Sesuai undang-undang nomor 25 tahun 2004, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) daerah ditetapkan dengan peraturan daerah, rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) daerah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah, dan rencana pembangunan tahunan daerah atau selanjutnya disebut Rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) ditetapkan sebagai pereturan kepala daerah. Keempat tahapan tersebut kemudian diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh.

II.   Indikator Makro Ekonomi daerah.
A.   Konsep Dasar
Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi menuntut perencanaan yang terpadu antarasektor satu dengan sektor lain. Pengambil keputusan (decision maker) tidak hanya melihat pengaruh kebijakan sektor tertentu pada perkembangan sektor tersebut, tetapi juga harus melihat pengaruhnya terhadap sektor-sektor yang lain.  Pengaruh perkembangan sektor terhadap sektor lain bisa positif atau negatif. Pengaruh positif berarti peningkatan output sektor tertentu menyebabkan peningkatan output sektor lain. Di sini dapat dikatakan bahwa kedua sektor memiliki hubungan komplementer. Sebaliknya, pengaruh negatif berarti bahwa peningkatan output Sektor tertentu menyebabkan penurunan output sektor yang lain. Kedua sektor tersebut dikatakan memiliki hubungan subtitusi. Hubungan negatif dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah dukungan ketersedian/ kepemilikan sumber daya daerah yang terbatas sehingga setiap kegiatan ekonomi memiliki konsekuensi biaya oportunitas (opportunity cost). Ini berarti bahwa pihak eksekutif dan legislatif dituntut untuk mampu memperhatikan bagaimana kebijakan yang diterapkan pada suatu sektor akan berpengaruh pada sektor lain dan perekonomian makro daerah seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan penyerapan tenaga kerja pada umumnya.
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah terintegrasi antarasektor  diharapkan mampu memberikan pedoman bagi arah pembangunan daerah. Pencapaian hasil pembangunan daerah merupakan isu utama bagi masyarakat. Perubahan keadaan yang lebih baik karena adanya pembangunan daerah akan meningkatkan apresiasi masyarakat pada pemerintahan daerah yang selanjutnya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah. Dari sisi pembangunan ekonomi makro daerah terdapat tiga indikator yang sering dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan suatu daerah, yaitu: Pertumbuhan ekonomi (cconomic growth), penyerapan tenaga kerja (employment), dan inflasi (inflation).

B.   Pertumbuhan Ekonomi
1)    Output Daerah (PDRB)
Data produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah salah satu indikator ekonomi makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian daerah setiap tahun. Manfaat yang dapat diperoleh dari data ini antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
a.    PDRB atas dasar harga berlaku (nominal) menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu diukur dengan harga berlaku saat itu. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya.
b.    PRDB harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk daerah.
c.    PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun, faktor perubahan harga telah dikeluarkan.
d.    Distribusi PDRB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomi atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu daerah.
e.    PDRB harga berlaku menurut pengunaanya menunjukkan produk barang dan jasa digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi, dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri.
f.     Distribusi PDRB menurut penggunaan menunjukkan peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi.
g.    PDRB penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.
h.    PDRB dan PDRB perkapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB dan PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.
i.      PDRB dan PDRB perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui  pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu daerah.

2)    Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Pertumbuhan ekonomi sering dijadikan indikator utama karena memberikan implikasi pada kinerja perekonomian makro yang lain. Pertumbuhan ekonomi merefleksikan perkembangan aktivitas perekonomian sautu daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah menunjukkan semakin berkembangnya aktivitas perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi, investasi maupun perdagangan di daerah tersebut yang kemudian berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi (PDRB riil atau harga konstan.
 Samuelson dan Nordhous (2000) menyebutkan bahwa terdapat empat sumber pertumbuhan ekonomi, yaitu;
a.    Sumber daya alam. Penemuan sumber daya alam yang baru akan meningkatkan kemampuan perekonomian yang menghasilkan output.
b.    Pertumbuhan penduduk (angkatan kerja). Pertumbuhan penduduk (angkatan kerja) disertai dengan lapangan pekerjaan akan dapat meningkatkan output perekonomian. Pertumbuhan penduduk disini juga mencakup produktivitas tenaga kerja itu sendiri.
c.    Akumulasi kapital. Pemilik modal akan memiliki kesempatan untuk melakukan investasi kembali (reinvest) sehingga akan meningkatkan output perekonomian.
d.    Perubahan teknologi. Penemuan teknologi baru yang mendukung produksi dan distribusi  akan meningkatkan kemampuan perekonomian menghasilkan output.

3)    Kontribusi sektoral PDRB
Perubahan struktrur ekonomi merupakan unsur penting dalam pembangunan ekonomi. Kontribusi sektoral PDRB dapat dilihat dari pangsa sektor terhadap total PDRB.
Kontribusi sektoral sering dikaitkan dengan perubahan konsentrasi ekonomi daerah. Perekonomian dipercaya bergerak dari sektor pertanian ke sektor industri dan kemudian ke sektor jasa. Teori pembangunan yang dikemukakan oleh Rostow mengatakan tahap-tahap pertumbuhan ekonomi adalah:
Ø  Masyarakat tradisional (the traditional society)
Ø  Pre-kondisi untuk tinggal landas (pre-condition for take-off into self sustaining growth)
Ø  Tinggal landas (teke-off)
Ø  Dorongan ke arak kedewasaan (the drive to maturity)
Ø  Tingkat konsumsi tinggi (the age of high-mass comsumption)

4)    Investasi
Secara sederhana bisa kita lihat bahwa output daerah (PDRB) akan meningkat ketika terjadi peningkatan pada konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran Pemerintah (G), dan ekspor bersih (X-M). Investasi merupakan sumber pertumbuhan output daerah yang relatif lebih berkelanjutan karena mencakup aktivitas-aktivitas sektor swasta yang produktif.


C.   Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja merupakan isu perekonomian makro suatu daerah yang sangat penting. Beberapa indikator terkait dengan tenaga kerja:
1)    Rasio ketergantungan (dependency ratio, DR) yaitu rasio antara jumlah penduduk usia produktif (NUP) dengan jumlah penduduk usia tidak produktif (NUTP); semakin tinggi rasio DR berarti semakin banyak jumlah penduduk yang tidak produktif yang harus ditanggung oleh setiap penduduk usia produktif. Contoh, DR=20 artinya setiap penduduk usia produktif menanggung 20 penduduk usia tidak produktif.
2)    Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). Dalam kenyataan, terdapat penduduk yang masuk dalam usia produktif tetapi tidak bekerja atau tidak sedang mencari pekerjaan. Dengan kata lain, tidak semuan penduduk usia produktif yang bekerja. Angkatan kerja, disimbolkan AK, (labor force) adalah penduduk usia kerja yang sudah bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Tingkat partisipasi angkatan kerja menunjukkan persentase jumlah penduduk usia produktif yang sudah bekerja atau mencari pekerjaan (AK) terhadap total jumlah penduduk usia produktif (NUP); dimana semakin tinggi rasio DR berarti semakin banyak jumlah penduduk yang tidak produktif. TPAK dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya, jumlah penduduk usia sekolah; jumlah ibu rumah tangga yang tidak berkarir; usia penduduk (demografi); pendapatan rumah tangga; tingkat pendidikan keluarga; budaya kerja; sektor informal ddl.
3)    Tingkat pengangguran terbuka (open unemployment rate, OUR). Jika jumlah penduduk usia kerja yang belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan kita simbolkan dengan (NUPTB) dan jumlah penduduk usia kerja yang sudah bekerja kita simbolkan seperti di atas (AK). Contoh: OUR =1,5% artinya jumlah penduduk usia kerja belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan adalah sebesar 15 % dari angkatan kerja (penduduk usia produktif yang sudah bekerja).
4)    Elastisitas kesempatan kerja (Employment Elasticity, EE). Pertumbuhan ekonomi (output: PDRB) daerah diharapan mampu menyerap tenaga kerja. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi penyerapan tenaga kerja. Sebagai contoh, untuk tingkat nasional dalam ekonomi makro dikenal hukum Okun (okun’s Law) yang mengkaitkan pertumbuhan ekonomi dan perubahan penggangguran.

D.   Inflasi
Isu perekonomian makro daerah ketiga adalah Inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus. Inflasi sering dihitung dengan menggunakan indeks harga konsumen (consumer price index, CPI), indeks harga produsen (Producer price index, PPI) atau deflator PDRB.
Indeks harga konsumen (IHK) adalah besarnya biaya paket barang-barang dan jasa yang menunjukkan konsumsi masyarakat perkotaan. Saat ini BPS menghitung inflasi dengan menggunakan IHK. Misal paket barang dan jasa tersebut terdiri dari 115-150 jenis barang dan jasa dibagi menjadi kelompok makanan, perumahan, sandang, aneka barang jasa.
Indeks harga produsen (IHP) mengukur biaya sekarang barang-barang yaitu material dasar dan barang-barang semi akhir. IHP diukur pada tingkat harga transaksi komersial pertama yang relevan. Sedangkan deflator PDRB adalah rasio antara PDRB nominal atau harga berlaku dan PDRB riil atau harga Konstan.
Data kedua indeks pertama kebanyakan tidak dimiliki oleh daerah, sehingga inflasi dapat dilakukan dengan menggunakan PDRB deflator. PDRB deflator memiliki nilai besar, sama dengan, atau lebih kecil dari satu. Nilai deflator PDRB lebih besar atau sama dengan satu berarti harga-harga umum mengalami peningkatan atau paling tidak sama. Sebaliknya, nilai deflator PDRB lebih kecil dari satu berarti harga-harga umum mengalami penurunan.


III. Penutup
Melihat yang ada di daerah sekarang, masih banyak pembenahan yang harus dilakukan untuk menciptakan pemerintahan yang benar-benar siap menjalankan otonomi daerah dengan tingkat kualitas pelayanan publik yang lebih memadai. Berkenaan dengan hal tersebut, untuk menciptakan pemerintah daerah dengan kapasitas serta kapabilitas  yang diperlukan  guna melaksanakan otonomi yang seluas-luasnya, beberapa variabel yang harus dipertimbangkan meliputi (1) kejelasan mengenai struktur organisasi yang mengatur batas wewenang dan tanggung jawab  pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam PP No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, (2) wadah kelembagaan yang akan mengemban wewenang dan tanggung jawab tersebut, (3) personalia atau sumber daya profesional yang akan mengelola lembaga tersebut, (4) kualitas kinerja pengelolaan keuangan daerah untuk membiayai urusan-urusan tersebut, (5) pemberdayaan legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, dan (6) peningkatan kemampuan strategik, manajerial, dan operasional dalam melaksanakan baik setiap urusan wajib yang menjadi kewenangannya maupun urusan pemerintah daerah yang bersifat pilahan.
Revitalisasi perencanaan pembangunan jangka panjang sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 25 Tahun 2004 tersebut merupakan salah satu pendekatan penting untuk menunjang kesinambungan pembangunan nasional serta dapat mendorong efektivitas dan efisiensi melalui singkronisasi dan peningkatan sinergi program antara pusat dengan daerah serta program pembangunan lintas sektor di daerah.
Yang dimaksud dengan singkronisasi ini adalah keselarasan antara program dan kegiatan pemerintah dengan kebijakan daerah yang diformulasikan dalam Rancangan KUA dan Rancangan PPAS. Oleh karena itu perlu ada keterkaitan antara sasaran program dan kegiatan pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota. Lagi pula, dalam kondisi sosial politik dan pasar domestik maupun lingkungan strategis global yang cepat berubah dan penuh tantangan, keberadaan visi, misi, strategik maupun kontrak politik jangka menegah antara eksekutif dan legislatif berupa kerangka anggaran jangka menegah sangat penting.

Dengan singkronisasi dan peningkatan sinergi program antara pusat dengan daerah serta program pembangunan lintas sektor di daerah, maka dapat dicapai tujuan-tujuan berikut: (1) mencapai sinergitas sesuai kewenangan provinsi dan kabupaten/kota, (2) menghidari tumpang tindih pendanaan antara urusan yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota, (3) efektivitas dan efisiensi anggaran daerah.