Senin, 19 Desember 2016

KHUTBAH JUM’AT; AL-QUR’AN SEBAGAI TEMPAT KEMBALI

Oleh
 Dodo Kurniawan, SE., ME.
Mesjid Subulussalam Desa Matua
Desember 2016

Hadirin sidang Jum’at yang berbahagia
Pertama dan paling utama, marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kehadiran Allah  SWT atas segala nikmat kesehatan, kesempatan dan sekaligus nikmat Islam dan Iman sehingga kita sebagai ummat Islam bisa menjalankan ibadah sholat Jum’at berjama’ah
Sholawat dan salam kita senantiasa bacakan kepada Nabi Muhammad yang sepanjang hayatnya gigih berjuang mengorbankan jiwa, raga, harta dan bendanya hanya untuk menegakkan agama Islam. Agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam raya ini.
Khotib berwasiat kepada Jama’ah Jum’at sekalian, terutama pada diri khotib pribadi dan keluarga, marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan cara menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya sesuia tingkat keimanan dan ketaqwaan kita masing-masing dan dilakukan secara bertahap serta terus menerus dengan istiqomah (konsisten).
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah
Adapun judul khutbah pada jum’at tanggal 23 Desember 2016 yakni Al-Qur’an sebagai Tempat Kembali.
Allah SWT. Berfirman.  
9. Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,
Dasar utama syariat Islam yang dibawah oleh Nabi Muhammad SAW. Ialah Al-Qur’an. Nabi Muhammad SAW. Memimpin umatnya menuju ksempurnaan hidup lahir dan batin, dunia dan akhirat juga dengan Al-Qur’an. Bahkan dengan senjata Al-Qur’an itulah, Nabi Muhammad SAW. Berhasil mengangkat derajat umatnya dari lembah kehinaan dan kesengsaraan yang disebabkan keadaan moral manusia pada waktu itu sudah sangat bejat atau penyakit krisis akhlak. Namun dengan bimbingan Al-Qur’an, penyakit akhlak ini dapat terobati sehingga umat Nabi Mumahammad SAW. Dapat berbalik menjadi umat yang terhormat, memiliki kepribadian luhur, dan tahu akan hak dan kewajiban dalam hidup ini.
Dari lembaran sejarah perkembangan umat Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW. Dan pada masa-masa keemasan Islam ketika mengalami kemajuan yang sangat pesat dan mengalami kejayaan yang begitu hebat, terbukti bahwa semua itu karena mereka benar-benar memegang teguh ajaran Al-Qur’an, sangat mengagumi Al-Qur’an, menjunjung tinggi perintah Allah SWT., dan mengamalkannya dengan sungguh-sungguh. Begitu hebatnya Al-Qur’an dalam melambangkan kesucian, kebenaran dan keadilan dalam kehidupan umat manusia sehingga pada zaman itu Al-Qur’an benar-benar merupakan pelita yang tak junjung padam bagi umat Islam, yang selalu menyinari perjuangan kaum muslimin menuju arah jalan hidup yang benar di mana pun juga. Firman Allah, seperti ayat 9 surat al-Isra’ mengisaratkan hal itu.
Betapa pun hebatnya umat Islam pada zaman itu dalam mencari kemajuan dunia dengan sehebat-hebatnya, mereka tak pernah meninggalkan Al-Qur’an sedikit pun. Suara seruan dan cahaya Al-Qur’an dapat menembus hati mereka hingga kecintaan umat Islam terhadap Al-Qur’an pada zaman itu telah mendarah daging. Jiwa mereka menjadi tentram, hati mereka merasa terobati, pikiran mereka menjadi tenang karena pentunjuk-petunjuk Al-Qur’an.
Besarnya perhatian umat Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW.terhadap Al-Qur’an terbukti dengan banyaknya para sahabat yang hafal Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai alat menghubungkan diri dengan   dengan Allah SWT. Untuk mencari ketentraman hidup. Para sahabat bukan hanya sekedar menghafal bacaan Al-Qur’an, tetapi betul-betul memahami isinya, rahasia hikamh yang terkandung di dalamnya.
Dari lembaran sejarah pula, kita dapat mengetahui bahwa di antara factor-faktor yang menyebabkan kaum muslimin mengalami kemunduran, bahkan keadaan rohani mereka makin lama makin merosot, di antaranya adalah karena makin lama mereka makin jauh dari Al-Qur’an. Kecintaan seorang muslim terhadap Al-Qur’an makin berkurang dan amal-amal mereka banyak yang tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur’an.
Suasana rumah tangga pun menjadi muram dan suram karena tidak pernah mendapat sinar cahaya dari Al-Qur’an. Dalam rumah mereka pernah terdengar lagi suara Al-Qur’an. Yang ada hanya suar nafsu, suara hati yang selalu tunduk dibawah bujukan setan sehingga jiwanya tak pernah merasa tentram. Kehidupan mereka menjadi terlepas dari pertolongan Allah SWT. Karena tidak ada lagi tali yang menghubungkan dirinya dengan Allah, yaitu Al-Qur’anul Karim.   
82. dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Menyikapi perubahan pola hidup umat Islam, Abu Bakar pernah menyampaikan sebuah sinyalemen sekaligus nasihat kepada sahabat yang lain, “kelak akan kalian saksikan kepemimpinan seorang pemimpin yang berkuasa secara dictator dan otoriter. Akibatnya, kondisi rakyat saat itu terpecah- belah dan banyak darah yang mengalir sia-sia disebabkan banyaknya pertentangan serta pertikaian di antara mereka. Kemudian kebatilan pun semakin menjadi-jadi padahal ahli kebenaran berada di tengah-tengahnya, tetapi pada kenyataannya tidak mempunyai pengaruh sama sekali, lalu seakan-akan norma kebaikan menjadi hilang”.
Andaikan kondisinya seperti itu, Abu Bakar pun melanjutkan pernyataannya sebagi solusi untuk mengatasi keadaan yang dihadapi umat saat itu, ”Hendaklah mereka kembali ke Masjid serta sebarkan Al-Qur’an dan berpegang teguhlah padanya.”
Kalau kita mencermati, pernyataan yang dikutib dari kitab Atsar Shahabah itu benar-benar terbukti. Sinyalemen tersebut dapat dilihat dari sejarah perjalanan umat Islam, mulai dari kepemimpinan Mu’awiyah hingga umat Islam terpecah-belah dan tersebar di berbagai Negara. Penyebab utamanya adalah ketidakmampiun sekaligus sikap arogan para pemimpinnya sehingga kelemahan yang ada dalam umat yang dipimpinnya tidak pernah diperbaiki. (contoh Negara Islam di timur tengah Surya, Irak, Tunesia, dll).
Di Negara kita sendiri, fenomena yang muncul di masyarakat, yaitu adanya perang sudara dengan isu-isu sara yang tak pernah berkesudahan, serta yang paling mengecewakan adalah terjadinya perpecahan di tubuh umat Islam itu sendiri karena memperjuangkan idealism tokohnya masing-masing. Di sisi lain para tokoh agama dan lembaga-lembaga keagamaan, baik swasta maupun yang dibiayai oleh Negara, terus menyebarkan nilai-nilai kebenaran, tetapi kenyataannya tidak pernah memberikan bekas pada kehidupan ini. Perjudian, perzinaan, dan mabuk-mabukkan serta berbagai penyimbangan hidup lainnya semakin merajalela di tanah air kita ini bahkan terjadi di daerah kita dan yang lebih memprihatinkan lagi terjadi di lingkungan kita tercinta ini.
Selain itu pula, keadaan politik, ekonomi, social, budaya dan pendidikan semakin terpuruk kelembah juruang kehancuran. Rakyat kecil menderita karena semakin timpangnya kesenjangan antara si Miskin dan si Kaya, moralitas pemuda menjadi rusak, dan anak-anak kehilangan masa depan, tak lagi ceria menatap hari esoknya sebab menjadi korban konflik yang tak berkesudahan, dan tentu saja perekonomian pun menjadi terburuk.
Apabila keadaan sudah carut marut seperti ini, nasihat Abu Bakar di atas memberikan dua solusi kepada kita.
Solusi Pertama adalah kembali ke Masjid. Maksudnya, tidak sekedar memakmurkan masjid secara fisik saja, melainkan yang terpenting membangun nilai-nilai masjid kedalam kehidupan ini. Sebab sholat berjamaah yang dilakukan di masjid mempunyai makna filofosi yang sangat dalam, yaitu bermakna kebersamaan. Nilai-nilai tersebut sangat penting artinya dikala bangsa dan daerah serta lingkungan kita sedang mengalami pertentangan.
Hal ini sesuai dengan Hadis Rasulullah SAW.
Sholat Jama’ah adalah rahmat dan dia lebih baik dari dunia dan isinya. Jama’ah adalah rahmat, bercerai berai adalah siksa.”
Maka peribahasa yang mengatakan, Bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh” mengamanatkan kepada kita bahwa kita harus selalu menjaga persatuan dan kesatuan. Tak terbayangkan jika bangsa, daerah dan lingkungan kita ini satu sama lain tidak lagi menjaga nilai-nilai kebersamaan.
Kemudian makna filosofi kedua dari sholat berjamaah adalah pendidikan diri agar rendah ahti. Hal tersebut dicerminkan dari takbir yang pertama ketika hendak sholat yang merupakan gambaran kepasrahan totalitas jiwa kita kepada Allah SWT. Bahwa diri ini lemah dan kecil, tidak ada yang paling angung, melainkan Allah SWT. Jika nilai-nilai takbir ini terwujud oleh setiap anak bangsa, niscaya tidak ada lagi sifat orogansi para elit politik, satu golongan dengan golongan lainnya, dan suku satu dengan lainnya,
Makna selanjutnya adalah kepedulian sosial. Makna tersebut diisyaratkan dalam salam terakhir sebagai penutup sholat. Salam yang kita lontarkan ke samping kanan dan kiri mengamanatkan bahwa kita harus selalu memperhatikan nasib mereka yang ada disekeliling kita karena salam berarti kesejahteraan. Di saat krisis multidimensional ini diperlukan sikap peduli antara sesame. Terutama  musibah yang tengah melanda negeri kita atau saudara-saudara kita di Aceh.
 Solusi Kedua adalah kembali pada Al-Qur’an. Maksudnya, merealisasikan nilai-nilai Al-Qur’an ke dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa kenyataanya harus lebih fasih daripada bahasa bacaannya lantaran ia merupakan pegangan hidup bagi umat manusia, sekaligus pembeda antara hak (benar) dan yang Batil (Salah) (minal huda wal furqaan), seperti yang tercantun dalam surat Al-Baqarah.  
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Sejalan dengan itu, Rasulullah SAW. Pun pernah memberikan wasiat kepada kita tatkal akan wafat, yaitu, “Kutinggalkan untuk kalian dua perkara. Jika kalian berpegang teguh kepada dua perkara tersebut, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah” (H.R. Bukhari).
Untuk itu, perlu ditanamkan nilai-nilai Qur’ani di dalam hidup ini supaya kita semua senantiasa tidak tersesat.
Demikian isi Khutbah yang dapat saya sampaikan. Semoga kita dapat menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai pedoman dan petunjuk dalam menjalani hidup dan kehidupan di sisah umur kita ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar