1.1
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi
merupakan suatu proses terjadinya kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk
suatu Negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem
kelembagaan (Arsyad.2010:11). Oleh karena itu Pembangunan seyogianya dipandang
sebagai proses multidimensi yang mencakup reorganisasi dan reorientasi seluruh
sistem ekonomi dan sosial, selain untuk meningkatkan pendapatan dan output
(keluaran), pembangunan umumnya mengharuskan adanya perubahan radikal dalam
struktur lembaga, sosial, dan administrasi; mencakup juga sikap, kebiasaan dan
kepercayaan. (Todaro dan Smith 2011:133). Jhingan (2012:41-42) menyatakan bahwa Pembangunan
merupakan proses pertumbuhan yang bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam
negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan
material harus muncul dari warga dalam negera itu sendiri. Pembangunan harus
diprakarsai dan tak dapat dicangkok dari luar. Kekuatan luar seyogyanya
merangsang dan membantu kekuatan nasional.
Dalam kerangka perekonomian
daerah, Arsyad (2010:374) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah
proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada
dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi dalam wilayah tersebut. Dalam kerangka pencapaian tujuan pembangunan
ekonomi daerah dibutuhkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
ciri khas (unique value) dari daerah
yang bersangkutan (endogenous
development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan dan
sumberdaya fisik secara lokal (daerah).
Dalam upaya mendorong pemerintah
daerah untuk menggali, mengenali dan mengembangkan serta memanfaatkan potensi
sumberdaya lokal untuk mempercepat pembangunan daerah, maka Pemerintah Republik
Indonesia mengeluarkan kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang No 25 Tahun 1999. Sejak
diberlakukanya ke dua Undang-Undang tersebut di atas memberikan kesempatan
kepada pemerintah daerah untuk menggali potensi lokal dalam rangka percepatan
pembangunan ekonomi lokal. Dalam rangkan percepatan pembangunan daerah dan
mendekatkan pelayanan terhadap masyarakat, banyak daerah yang ingin memekarkan
diri. Hal ini dapat terlihat dalam kurun waktu 2000-2010 telah terjadi
pemekaran daerah secara masif, dan tidak pernah terjadi pada era-era sebelumya.
Selama 1999-2009 terbentuk 205 daerah otonom baru dari berbagai tingkatan, saat
ini Indonesia memiliki 530 daerah otonom, terdiri atas 33 provinsi, 398
kabupaten, 93 kota, 5 kota administratif dan 1 kabupaten administratif (Basuki.
2011:5). Dengan adanya pengembangan wilayah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota
diharapkan perekonomian daerah dapat berkembang pesat dengan memanfaatkan potensi
yang dimilikinya sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya di daerah.
Otonomi daerah merupakan perwujudan kewenangan
daerah untuk membentuk pemerintahan daerah yang mandiri dan otonom dengan mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004 juga mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelaksanaan
desentralisasi. Melalui otonomi daerah diharapkan penyelenggaraan pemerintahan
daerah lebih dapat melayani masyarakat dengan baik, mempercepat pertumbuhan
ekonomi, memperkuat kehidupan demokrasi meningkatkan keamanan dan ketertiban
serta hubungan antaradaerah yang haromonis (Basuki.2011:4). Selain itu
pemerataan pembangunan di seluruh daerah diharapkan dapat terwujud dengan
mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan mengurangi dominasi pemerintah dalam
pelaksanaan pembangunan sehingga memenuhi prinsip-prinsip good governance.
Di Kabupaten Dompu sendiri
sejak diberlakukannya UU No. 32 dan 33
tahun 2004 sampai sekarang belum pernah dilakukan analisis dan identifikasi
potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah sehingga untuk menggali, mengenali,
dan mengembangkan serta memanfaatkan sumberdaya lokal dalam rangka percepatan
pembangunan ekonomi daerah tidak optimal. Disisi lain seharusnya dengan adanya
ke dua Undang-undang di atas memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk
memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya baik sumberdaya alam, sumberdaya
manusia maupun sumberdaya fisik lainnya secara optimal.
Dalam kurun waktu 2005-2014
kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Dompu selalu berubah- rubah seiring
dengan pergantian kepala daerah. Berubah-ubahnya kebijakan pembangunan ekonomi
ini diakibatkan belum adanya analisis dan identifikasi yang mendalam tentang
sektor ekonomi potensial yang dimiliki. Sehingga pemerintah Kabupaten Dompu
cenderung mengikuti kebijakan pembangunan ekonomi daerah di atasnya (Provinsi).
Hal ini dapat dilihat pada Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD)
2011-2015 Kabupaten Dompu. Dimana program yang diprioritaskan adalah PIJAR
(sapi, jagung dan rumput laut) dengan misinya mengembangkan ekonomi sumberdaya
lokal, padahal program PIJAR merupakan program unggulan Privinsi Nusa Tenggara
Barat (Bappeda, 2011).
Di lain pihak, setiap
daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik dari sisi potensi kandungan
sumber daya alam, kondisi geografis maupun potensi khas daerah lainnya. Oleh
karena itu penyusunan kebijaksanaan pembangunan daerah, tidak dapat secara
serta merta mengadopsi kebijaksanaan Nasional, Provinsi maupun Daerah lain yang
dianggap berhasil. Untuk membangun suatu daerah, kebijakan yang diambil harus sesuai
dengan masalah, kebutuhan dan potensi daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu
penelitian yang mendalam harus dilakukan untuk memperoleh informasi bagi
kepentingan perencanaan pembangunan daerah
(Arsyad, 1999:109).
Widodo (2006:111)
menyatakan kegiatan perencanaan untuk pengembangan sektor ekonomi dimulai
dengan melakukan proses identifikasi sektor ekonomi unggulan atau sektor
ekonomi potensial daerah. Ada dua faktor utama yang perlu diperhatikan dalam
mengidentifikasi sektor ekonomi potensial daerah. pertama, sektor ekonomi yang
unggul atau mempunyai daya saing dalam beberapa periode tahun terakhir dan kemungkinan prospek sektor
ekonomi di masa mendatang. Kedua, sektor ekonomi yang potensial untuk
dikembangkan di masa mendatang, walaupun pada saat ini belum mempunyai daya
saing yang baik. Dengan demikian pendekatan sektoral dalam perencanaan
pembangunan daerah selalu dimulai dengan pertanyaan sektor ekonomi apa yang
perlu dikembangkan (Aziz.1994). Oleh karena itu identifikasi dan analisis
sektor ekonomi potensial menjadi hal penting bagi Kabupaten Dompu, dengan
menggali, menemukan dan menetapkan sektor-sektor yang potensial diharapkan
dapat menjadi kekuatan dan sebagai faktor pendorong pembangunan daerah.
Penggalian ini sangat penting, karena diharapkan pembangunan daerah menjadi
lebih fokus untuk mengembangkan potensi yang sudah ada, artinya keberhasilan
pembangunan suatu daerah baru dapat dicapai apabila dilaksanakan sejalan dan
sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.
Salah satu aspek penting
dalam perencanaa pembangunan daerah adalah membangun ekonomi wilayah yang mampu
menimbulkan daya tarik dan daya dorong yang tinggi serta mampu menjadi leading sektor bagi sektor lain untuk
bergerak dan tumbuh. Dalam mengembangkan sektor ekonomi tersebut harus
diperhatikan beberapa hal seperti kriteria apa yang menentukan sektor mana yang
akan digunakan sebagai basis pembangunan daerah. Dengan menggunakan paradigma
pembangunan wilayah masa kini yaitu pembangunan yang didasarkan pada ciri khas
dari daerah Kabupaten Dompu dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia,
kelembagaan dan sumberdaya fisik secara lokal, maka pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi daerah di masa mendatang akan semakin fokus, terarah, jelas, dan
terukur.
Kabupaten Dompu memiliki luas 2.324,55 Km2, secara geografis
terletak antara posisi 117 30’ – 118 30’ Bujur Timur dan 5 54’ – 8 04’ Lintang
Selatan. Secara administrasi Kabupaten Dompu
terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan dan 81 Desa/Kelurahan. Kabupaten Dompu
memiliki luas wilayah ke tiga atau sekitar 11, 53 persen dari total wilayah
Provinsi NTB, setelah Kabupaten Bima pada urut ke dua sekitar 21,78 persen dan
urutan pertama Kabupaten Sumbawa sekitar 32,97 persen. Jumlah penduduk
Kabupaten Dompu pada tahun 2013 sekitar 226.218 jiwa terdiri dari 114.186
laki-laki dan 112.032 perempuan. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Dompu selama
kurun waktu 2010-2013 sebesar 3,31 persen.
Kepadatan penduduk Kabupaten Dompu masih kurang dari 100 jiwa per km2.
Berdasarkan hasil sensus pertanian
Tahun 2013 terdata sebanyak 34,118 rumah tangga yang berusaha di sektor
pertanian atau sekitar 60 persen dari total rumah tangga di Kabupaten Dompu.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian masih mempunyai pengaruh yang
besar terhadap perekonomian di Kabupaten Dompu. Dengan demikian sektor yang diharapkan
menjadi leading sektor yang mampu
meningkatkan perekonomian wilayah yakni sektor pertanian. Selain sektor
pertanian, sektor yang diharapkan menjadi leading
sektor adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor Jasa-jasa. Hal
ini terlihat pada PDRB Kabupaten Dompu Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2009-2013.
Seperti pada tabel 1.1 berikut:
Pada tahun 2009 PDRB Kabupaten Dompu
hanya sebesar Rp.890 milyar, meningkat menjadi sebesar Rp.1,13 trilyun pada
tahun 2013 atau meningkat sebesar Rp.239 milyar ( sebesar 27 persen).
Kontribusi sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta
sektor jasa-jasa mengalami peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun. Dimana,
jika dibandingkan pada tahun 2009 kontribusi sektor pertanian hanya sebesar Rp.360
milyar, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp.167 milyar serta
sektor jasa-jasa sebesar Rp.111 milyar. Di tahun 2010 kontribusi sektor
pertanian mengalami penurunan menjadi sebesar Rp.358 milyar, sedangkan sektor
perdagangan, hotel dan restoran dan sektor
jasa-jasa memberikan kontribusi yang terus meningkat yakni sebesar Rp.178
milyar dan sebesar Rp.130 milyar.
Berbeda dengan tahun 2010, pada 2011 dan 2012 ketiga sektor yakni sektor
pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa kembali
mendominasi kontribus PDRB atas dasar harga konstan. Sektor pertanian pada
tahun 2011 menyumbang sebesar Rp.388 milyar dan disusul tahun 2012 sebesar Rp.416
milyar, sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2011 menyumbang
sebesar Rp.191 milyar dan tahun 2012 sebesar Rp.205 milyar serta sektor
jasa-jasa pada tahun 2011 menyumbang sebesar Rp.139 milyar dan tahun 2012
sebesar Rp.142 milyar (lihat tabel 1.1).
Secara sektoral, dalam kurun waktu
2009-2013 terdapat tiga sektor yang memberikan kontribusi cukup tinggi yakni sektor
pertanian dengan rata-rata kontribusi sebesar 39 persen disusul sektor
perdagangan, hotel dan restoran dengan rata-rata kontribusi sebesar 19 persen
dan sektor jasa-jasa dengan rata-rata kontribusi sebesar 13 persen. Secara subsektor,
maka subsektor pertanian tanaman pangan yang paling besar memberikan kontribusi
yakni sebesar 24 persen disusul subsektor perdagangan besar sebesar 18 persen
dan subsektor jasa pemerintahan sebesar 12
persen.
Jika dilihat dari
pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) secara agregat pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Dompu dari tahun ke tahun terhitung 2009-2013 sangat fluktuatif. Lihat tabel 1.2. Pada tahun 2010 pertumbuhan PDRB Kabupaten
Dompu sebesar 4,57 persen, menurun bila dibandingkan pertumbuhan PDRB Kabupaten
tahun 2009 sebesar 5,29 persen. Namun pada tahun 2011 pertumbuhan PDRB
Kabupaten Dompu kembali meningkat sebesar 7,98 persen. Penurunan pertumbuhan PDRB
Kabupaten Dompu kembali terjadi dalam dua tahun terakhir, dimana pada tahun
2012 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dompu sebesar 6,82 persen dan tahun 2013 turun
lagi menjadi sebesar 5,23 persen. Jika dilihat secara rata-rata pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Dompu selama periode 2009-2013, maka pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Dompu sebesar 5,98 persen.
Bila dilihat persektor dan
subsektor rata-rata pertumbuhan selama periode 2009-2013 yakni; Sektor pertanian
tumbuh sebesar 4,19 persen, subsektor yang paling tinggi, pertumbuhannya
adalah subsektor perikanan sebesar 6,34 persen disusul subsektor peternakan
sebesar 4,90 persen, subsektor kehutanan sebesar 4,47 persen dan subsektor
perkebunan sebesar 3,73 persen sedangkan subsektor yang paling rendah tingkat
pertumbuhannya adalah subsektor tanaman
pangan tumbuh sebesar 3,69 persen. Sektor
dan subsektor pertambangan tumbuh sebesar
6,64 persen, sektor pertambangan hanya memiliki satu subsektor yakni subsektor
penggalian dengan pertumbuhan sebesar 6,64 persen. Sektor industri pengolahan
tumbuh sebesar 4,70 persen, sektor ini juga hanya memili satu sektor yakni
industri tanpa migas yang tumbuh sebesar 4,70 persen. Sektor listrik dan air
bersih tumbuh sebesar 6,81 persen, subsektor yang paling tinggi adalah
subsektor listrik sebesar 8,01 persen sedangkan subsektor air bersih hanya
tumbuh sebesar 0,51 persen. Sektor bangunan tumbuh sebesar 8,39 persen. Sektor perdagangan
hotel dan restoran tumbuh sebesar 7,22 persen, subsektor yang paling tinggi
pertumbuhannya adalah subsektor restoran sebesar 7,96 persen disusul oleh
subsektor perdagangan besar sebesar 7,18 persen dan subsektor hotel tumbuh
sebesar 7,00 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 6,02
persen, subsektor yang paling tinggi tumbuh adalah subsektor komunikasi sebesar
9,50 persen dan disusul sektor pengangkutan sebesar 5,62 persen. Sektor
keuangan persewaan dan jasa perusahaan tumbuh sebesar 10, 61 persen, subsektor
yangmemiliki pertumbuhan paling tinggi
adalah subsektor bank sebesar 13,38 persen, disusul subsektor jasa perusahaan
sebesar 8,03 persen dan subsektor lembaga keuangan bukan bank sebesar 7,68 persen serta subsektor sewa bangunan
sebesar 7,21. Sektor jasa-jasa tumbuh sebesar 6,02 persen, subsektor jasa
swasta yang memiliki pertumbahan tinggi sebesar 6,83 sedangkan jasa
pemerintahan dan pertahanan hanya tumbuh 5,93 persen.
Untuk melakukan pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan tidak cukup hanya melihat struktur dan pertumbuhan
ekonomi. diperlukan analisis dan identifikasi yang mendalam tentang sektor/subsektor
ekonomi potensial di Kabupaten Dompu dengan menganalisis data PDRB baik dari
sisi kontribusi maupun sisi pertumbuhan. Menurut Widodo (2006), “ Pengembangan sektor
ekonomi akan optimal bila didasarkan pada keunggulan komparatif keunggulan
kompetitif dan spesialisasi”. Untuk mengetahui
keunggulan komparatif suatu sektor digunakan analisis Location
Quotient (LQ), untuk melihat keunggulan kompetitif dan spesialisasi digunakan analisis shift-share
dan model rasio pertumbuhan (MRP), untuk memperoleh sektor dan subsektor
ekonomi potensial digunakan analisis Overlay
(gabungan LQ, MRP dan SS). Sedangkan untuk melihat pola dan
struktur pertumbuhan ekonomi sektoral digunakan modifikasi tipologi klassen, dan untuk merencanakan strategi pengembangan
sektor dan subsektor ekonomi potensial digunakan analisis SWOT.
Berdasarkan uraian di atas,
maka analisis sektor dan subsektor ekonomi potensial di Kabupaten Dompu menjadi
sebuah keharusan untuk dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan
kondisi perekonomian Kabupaten Dompu dengan kondisi perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan harapan
dapat mengetahui sektor dan subsektor ekonomi potensial (berdasarkan kriteria
keunggulan Komparatif, keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi), mengetahui pola
dan struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dompu serta mengetahui dan mengidentifikasi
strategi pengembangan sektor dan subsektor ekonomi potensial di Kabupaten
Dompu. Dengan mengetahui sektor dan subsektor ekonomi potensial, pola dan
struktur pertumbuhan ekonomi dan strategi pengembangannya, maka diharapkan
dalam penyusunan perencanaan pembangunan Kabupaten Dompu bisa lebih fokus,
terarah, jelas, dan terukur.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1.
Sektor dan subsektor ekonomi apa yang
potensial di Kabupaten Dompu berdasarkan kriteria keunggulan komparatif,
keunggulan kompetitif, dan spesialisasi?
2. Bagaimana
pola dan struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dompu baik secara sektoral
maupun agregat terhadap Provinsi Nusa
Tenggara Barat?
3.
Bagaimana strategi pengembangan sektor dan subsektor ekonomi
potensial di Kabupaten Dompu?
1.3
Tujuan Penelitian
Secara spesifik tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.
Mengidentifikasi dan
menganalisis sektor dan subsektor ekonomi potensial di Kabupaten Dompu berdasarkan
kriteria keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, dan spesialisasi.
2.
Mengetahui pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dompu baik secara sektoral maupun agregat terhadap Provinsi Nusa Tenggara Barat.
3.
Mengetahui dan menganalisis
strategi pengembangan sektor dan subsektor ekonomi potensial di Kabupaten Dompu
(maksimal 3 sektor dan subsektor yang paling potensial).
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat
yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:
1.
Secara akademik merupakan salah
satu syarat untuk mencapai kebulatan studi strata dua (S2) Magister Ilmu
Ekonomi pada Program Pasca Sarjana Universitas Mataram.
2.
Bagi Pemerintah Kabupaten Dompu,
hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka
penyusunan perencanaan pembangunan ekonomi daerah sehingga pembangunan
ekonomi Kabupaten Dompu bisa lebih fokus,
terarah, jelas dan terukur.
3.
Memberikan gambaran untuk
peneliti lain yang berminat mengenai topik dan telaah yang dibahas sehingga
dapat dijadikan sebagai masukkan dan bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan terhadap penelitian yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar